PENDAHULUAN
Setiap orang secara hukum memiliki hak dan kepentingan yang dapat dipertahankan dari siapa saja yang dapat merugikan atau melanggar hak dan kepentingan yang dimiliki. Timbulnya kerugian atas hak tersebut dapat digugat secara perdata dan mewajibkan orang yang melanggar hak tersebut untuk memberikan ganti rugi atas tidak atau kurang maksimalnya pemanfaat atas hak atau kepentingan tersebut. Dalam tradisi hukum Romawi tidak dikenal gugatan melawan hukum (onrechtmatige daad), tetapi dalam tradisi civil law kemudian mengatur ketentuan tentang onrechtmatig daad ini.
Hoge Raad dalam putusan Lindenbaum v.s Cohen memberikan penafsiran tentang perbuatan melawan hukum sebagai perbuatan yang dilakukan baik karena kesengajaan atau kelalaian seseorang yang dapat mengurangi hak dan kepentingan korban atau kewajiban hukum pelaku sendiri. perbuatan tersebut juga bertentangan dengan norma kesusilaan atau kesopanan tentang kehati-hatian dalam berbuat yang berpotensi merugikan hak dan kepentingan orang lain diukur dari kepantasan perbuatan tersebut menurut pandangan umum masyarakat.
Hal hal yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain karena perbuatan hukum diatur dala Pasal 1365 sampai 1380 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Adapun yang menjadi rumusan umum mengatur mengenai perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi :
"Tiap perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".
Ada beberapa unsur dalam rumusan pasal perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata, diantaranya :
- Harus ada perbuatan
- Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum
- Pelaku harus mempunyai kesalahan
- Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian
- Ada hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Unsur perbuatan melawan hukum tidak hanya berkaitan dengan adanya tindakan aktif berbuat, tetapi juga dalam bentuk pasif tidak berbuat sesuatu yang seharusnya ia lakukan. Kategori ini biasa disebut by commision maupun by ommision. Perbuatan melawan hukum bukan saja hanya diartikan bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang udangan, akan tetapi perbuatan melawan hukum mencakup setiap tindakan :
- Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum; atau
- Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; atau
- Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goedzeden); atau
- Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.
Perbuatan Melawan Hukum atau onrechmatigedaad diartikan bahwa salah satu pihak telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya atau perbuatannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian. Perbuatan melawan hukum ini tidak hanya dapat menjerat masyarakat secara umum, tetapi juga pejabat pemerintahan.
Perbuatan melawan hukum pejabat pemerintah terjadi ketika tindakan pejabat pemerintahan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan atau asas asas umum pemerintahan yang baik. Hal ini sebagaimana yang diatur didalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, yang menjelaskan:
Warga masyarakat dapat mengajukan gugatan tindakan pemerintahan secara tertulis kepada pengadilan yang berwenang dengan menyebutkan alasan :
- bertentangan dengan peraturan perundang udangan; dan
- bertentangan dengan asas asas umum pemerintahan yang baik.
Adapun pengadilan yang berwenang sebagaimana disebutkan diatas adalah pengadilan tata usaha negara, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2 yakni "Perkara perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara". Dari uraian ini terlihat bahwa adanya perbedaan yang sangat mendasar terhadap konsep perbuatan melawan hukum dan konsep perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu terhadap pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum yang membedakan antara masyarakat secara umum dan pejabat pemerintahan, selain itu juga perbedaanya terdapat pada kewenangan mengadili oleh pengadilan, dimana apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh masyarakat umum maka menjadi kewenangan peradilan umum, sedangkan apabila dilakukan oleh pejabat pemerintahan maka menjadi kewenangan peradilan tata usaha negara.
Namun pada kenyataanya tidak sedikit sengketa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan di periksa dan diputus oleh peradilan umum, salah satu contoh kasusnya yakni kasus antara Nurhamsyah sebagai penggugat melawan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Cq Dirjen Kekayaan Negara Cq Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi selaku tergugat, Badan Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan selaku turut tergugat I, PT Bank Danamon Indonesia Tbk Cabang Pattimura Bandar Lampung selaku turut tergugat II, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku turut tergugat III.
Jika mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, maka peradilan yang berwenang mengadili sengketa tersebut merupakan pengadilan tata usaha negara dan bukan peradilan umum. Sehingganya berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan putusan pengadilan negeri Kalianda nomor 2/Pdt.G/2020/PN Kla.
ANALISIS
Perbuatan Melawan Hukum atau onrechmatigedaad diartikan bahwa salah satu pihak telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya atau perbuatannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian. Perbuatan melawan hukum ini tidak hanya dapat menjerat masyarakat secara umum, tetapi juga pejabat pemerintahan.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan ini dapat digugat secara keperdataan karena telah menimbulkan kerugian bagi privaat person, adapun yang dapat dijadikan dasar untuk untuk melakukan gugatan keperdataan kepada penguasa, yaitu :
- Penguasa telah melanggar suatu hak.
- Perbuatan penguasa bertentangan dengan kewajiban hukumnya
- Penguasa tidak berhati-hati dalam berbuat, diukur dari kepantasan dan kepatutan dalam pergaulan masyarakat.
Menurut Soetojo, meskipun penguasa melakukan perbuatan tersebut dalam ranah publik, tetapi akibatnya telah menimbulkan kerugian atau melanggar hak milik privaat person, maka penguasa dapat digugat karena telah melakukan perbuatan onrechtmatig. Ada 2 alasan pembenar bagi penguasa yang tidak dapat dibebani pertanggung jawaban keperdataan, yaitu apabila perbuatannya dilakukan karena perintah undang-undang dan perbuatan tersebut sesuai dengan hukum tidak tertulis yang berlaku dimasyarakat. Tetapi dalam menjalankan perintah undang-undang tersebut, negara tidak diperbolehkan untuk melanggar batas-batas kewenangannya, maka ia dapat digugat secara keperdatan (deterunemen de pouvoir).
Perbuatan melawan hukum sendiri diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang pada intinya terdapat beberapa unsur yakni :
- Harus ada perbuatan
- Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum
- Pelaku harus mempunyai kesalahan
- Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian
- Ada hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Jika dilihat sengketa yang terjadi dalam kasus yang diangkat oleh penulis, maka terlihat bahwa didalam putusan tersebut jelas bahwa telah terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.
Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan hakim dengan jelas menyatakan bahwa tergugat telah terbukti menghilangkan hak penggugat untuk melunasi hutang CH Fudiansyah dan menghalangi penggugat untuk mendapatkan kembali sertifikat atas sebidang tanah hak milik nomor 1 desa sumur kumbang, serta dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum karena :
- Telah melanggar hak subjektif orang lain, dalam hal ini adalah penggugat selaku pemilik sah atas tanah objek sengketa.
- Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain, karena seharusnya Tergugat dan pula Turut Tergugat II tidak menghilangkan hak Penggugat untuk melunasi hutang CH. Fudinsyah sebagai Kreditur dan mendapatkan kembali sertifikat tanah tersebut.
- Telah menimbulkan kerugian bagi diri Penggugat, yang dalam hal ini adalah tidak dapat memanfaatkan tanah secara aman dan seutuhnya serta terlindungi di mata hukum, yang mana hal tersebut disebabkan oleh karena kesalahan Tergugat.
- Ada hubungan kausalitas (sebab-akibat) antara kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat dengan kerugian yang dialami oleh Penggugat. Dalam hal ini, apabila Tergugat tidak menghilangkan hak Penggugat untuk melakukan pembayaran hutang atas piutang CH. Fudinsyah, maka Penggugat dapat memiliki dan menguasai tanah dengan nyaman.
Selain itu didalam amar putusanya pun, hakim menyatakan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan memerintahkan kepada Tergugat untuk membuka dan menginformasikan seluruh surat-surat terkait Sertifikat Hak Milik Nomor 1 Desa Sumur Kumbang yang diterbitkan oleh Kantor Pertahanan Kabupaten Lampung Selatan tanggal 7 Juni 1989 atas nama CH. Fudinsyah kepada Penggugat.
Sehingganya tergugat benar-benar telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah terkait kewenangan mengadili sengketa perbuatan melawan hukum tersebut, sebab jika dilihat dari tergugat yang merupakan Pejabat Pemerintahan maka sudah seharusnya sengketa tersebut sudah buka lagi menjadi ranah dari peradilan umum, melainkan peradilan tata usaha negara. Hal ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2019 menjelaskan bahwa perkara perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejebat pemerintahan merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara. Sehingganya jika melihat dari ketentuan kewenangan mengadili ini, maka Peradilan Tata Usaha memiliki kewenangan mutlak atau absolut dalam mengadili persoalan perkara perbuata melawan hukum oleh badan dan / atau pejabat pemerintahan, dan bukan menjadi kewenangan peradilan umum.
Seharusnya penggugat mengajukan gugatan kepada pengadilan tata usaha negara dan bukan kepada pengadilan umum, surat gugatan yang dilayangkan oleh penggugat yang tertanggal 20 Januari 2020 menjadi dasar bahwa gugatan tersebut sudah seharusnya mengikuti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 yang keluar terlebih dahulu sebelum gugatan tersebut diserahkan. Hal ini pula harus diperhatikan oleh pengadilan, karena berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung tersebut, yang mempunyai kewenangan mutlak untuk mengadili sengketa tersebut adalah pengadilan tata usaha negara.