Mengaku Panik, Pejabat Semarang Mengakui Hal yang Mengejutkan di Hadapan Hakim

PIKIRAN RAKYAT - Persidangan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, kembali mengungkap fakta baru yang melibatkan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin, 17 Juni 2025, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemkot Semarang, Hendrawan Purwanto, mengakui sempat menyobek sejumlah kertas catatan tangan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerjanya pada Juli 2024 lalu.

Pengakuan itu disampaikan langsung Hendrawan saat bersaksi dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi. Menurut Hendrawan, tindakannya itu dilatarbelakangi rasa panik saat tim penyidik KPK tiba dan melakukan penggeledahan secara tiba-tiba di kantornya.

"Itu adalah kertas catatan lama. Saya khawatir nanti malah menimbulkan banyak pertanyaan," ujar Hendrawan di hadapan majelis hakim.

Namun, tindakan Hendrawan itu tidak luput dari perhatian penyidik KPK. Potongan kertas yang disobek tetap berhasil diamankan dan kini dijadikan barang bukti dalam penyidikan. Beberapa isi dari catatan tersebut berisi daftar nama pelaksana pekerjaan dan jenis proyek yang dikerjakan oleh pihak tertentu, termasuk proyek-proyek bernilai miliaran rupiah di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.

Salah satu potongan kertas itu mencantumkan nama Kapendi, yang diketahui sebagai salah satu koordinator tim pemenangan Hevearita G. Rahayu saat mencalonkan diri kembali sebagai Wali Kota Semarang dalam Pilkada sebelumnya. Keterlibatan tim pemenangan dalam jaringan proyek pengadaan menimbulkan dugaan kuat adanya konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.

Tidak hanya itu, dalam kesaksianannya, Hendrawan juga mengungkap bahwa ia pernah menerima sejumlah referensi nama pelaksana proyek langsung dari Alwin Basri, suami dari mantan Wali Kota Semarang. Menurut Hendrawan, Alwin merekomendasikan dua pelaksana proyek besar, yakni Martono, Ketua Gapensi Semarang, dan Rahmat Jangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, yang juga telah berstatus sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Martono diketahui sedang mengerjakan dua proyek pembangunan di lingkungan RSUD Wongsonegoro, Semarang. Sementara Rahmat Jangkar menangani proyek pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar (SD) di Semarang, yang kini juga menjadi salah satu fokus penyidikan KPK.

Fakta mencengangkan lainnya muncul saat Hendrawan mengakui bahwa ia sempat menerima uang tunai sebesar Rp2,5 juta dalam sebuah tumbler saat melakukan inspeksi ke pabrik PT Deka Sari Perkasa di Pemalang. “Saya baru sadar di dalamnya ada uang ketika sudah sampai di Jakarta,” katanya. Uang tersebut, menurut Hendrawan, telah diserahkan kepada penyidik KPK beberapa waktu setelah peristiwa tersebut.

Meskipun demikian, Hendrawan mengakui tidak mencantumkan informasi penerimaan uang tersebut dalam laporan audit terkait pelaksanaan proyek pengadaan meja dan kursi SD. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai integritas laporan evaluasi proyek di lingkup Pemerintah Kota Semarang.

KPK hingga kini masih mendalami alur dana dan dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam proyek-proyek pengadaan yang diduga sarat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejumlah nama pejabat dan pengusaha pun mulai terkuak dalam rangkaian persidangan yang masih berlangsung.

Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Hevearita G. Rahayu sendiri berkaitan erat dengan sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Semarang selama masa jabatannya. Ia diduga menerima aliran dana dari sejumlah proyek melalui perantara pihak-pihak terdekat, termasuk suaminya dan tim pemenangan politik.

KPK menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengusut tuntas kasus ini demi menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam sektor pengadaan publik yang selama ini rawan disalahgunakan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال