Raja Ampat Terumbu karang segitiga Jatung dengan keanekaragaman hayati tertinggi di bumi. Di sinilah tambang nikel berdenyut, membabat hutan di pulau-pulau kecilnya. Masalah lingkungan saling terkait dengan pariwisata; berperang melawan kepentingan ekonomi.
***
Beberapa unit ruangan di lantai 19 gedung Equity Tower, Sudirman Central Business District (SCBD) Jakarta Selatan, kini terlihat sepi. Unit-unit yang kosong di lot E hingga H itu sebelumnya dipakai PT Anugerah Surya Pratama (ASP) sebagai kantornya.
Saat Mengunjungi Equity Tower pada Jumat (13/6), resepsionis gedung mengonfirmasi bahwa PT ASP pernah menempati beberapa unit di sana. Mereka beroperasi di kawasan bisnis terpadu itu selama sekitar lima tahun. Namun, saat ini mereka sudah tidak lagi berada di sana. Petugas gedung menyatakan PT ASP telah pindah satu bulan yang lalu. Ia tidak mengetahui di mana kantor baru mereka.
Pemindahan PT ASP dari Equity Tower sesuai dengan informasi yang ditampilkan pengelola gedung di situsnya . Nama PT ASP tidak terdaftar dalam daftar penyewa di lantai 19. Tiga dari empat unit di lantai itu yang sebelumnya dihuni oleh ASP kini berstatus disewakan.
Di Jakarta, keberadaan kantor PT ASP seakan menghilang. Namun di sebuah pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, jejak PT ASP terlihat jelas. Mereka menambang di Pulau Manuran.

PT ASP merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Pulau Manuran yang luasnya hanya 751 hektare. Pulau itu bahkan tak lebih besar dari Kecamatan Gambir di Jakarta Pusat, yang luasnya sekitar 759 ha.
Meskipun pulau-nya kecil, luas izin konsesi yang diberikan ke PT ASP hampir dua kali lipatnya, yaitu 1.173 ha.
Bahkan, menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, “Ada potensi pencemaran lingkungan yang agak serius di Pulau Manuran,” sampai-sampai kementeriannya bakal menuntut PT ASP secara pidana maupun perdata.
Organisasi pengawas lingkungan Greenpeace Indonesia menyatakan, dari total luas Pulau Manuran, sekitar 156 hektar lahan telah ditebang untuk tambang. Ini berarti laju deforestasi di Manuran mencapai 21% dari luas pulau.
"Manuran ini salah satu pulau yang sudah hancur duluan," ujar Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, di Jakarta, Kamis (12/6).

Kondisi itu tak hanya terjadi di Manuran. Ada lima pulau lain yang dirambah perusahaan tambang, yakni Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Manyaifun, Pulau Batang Pele, dan Pulau Waiego.
Kelima pulau itu ditambang oleh empat perusahaan, yakni PT Gag Nikel yang memiliki izin konsesi 13.126 ha di Pulau Gag yang luasnya 6.040 ha; PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang mengantongi izin konsesi 5.922 ha di Pulau Kawei yang luasnya 4.561 ha.
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang memiliki konsesi 2.193 hektar di Pulau Manyaifun dan Batang Pele dengan luas 1.373 hektar; serta PT Nurham yang menguasai konsesi 3.000 hektar di Pulau Waiego—one dari empat pulau besar di Raja Ampat—dengan luas 315.500 hektar.

Greenpeace Indonesia menghitung luas hutan yang dibabat untuk tambang nikel di Pulau Gag mencapai 309 ha dan di Pulau Kawe seluas 85 ha. Namun Kementerian ESDM menyebut bukaan lahan PT Gag baru seluas 187,87 ha berikut lahan reklamasi 136,72 ha.
Sementara di Pulau Manyaifun dan Batang Pele belum terlihat pembukaan lahan untuk tambang walau mulai muncul aktivitas pengeboran di 10 titik. Begitu pula di lahan konsesi PT Nurham di Pulau Waiego belum tampak aktivitas pembukaan lahan.
Penambangan nikel di pulau-pulau di Raja Ampat menjadi sorotan dan memicu protes publik, karena Raja Ampat adalah destinasi wisata alam populer—bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia—yang memiliki julukan istimewa: surga terakhir di bumi.

Tambang di Surga Terumbu Karang
Raja Ampat berada di jantung segitiga terumbu karang dunia, dan merupakan salah satu lokasi keanekaragaman hayati laut tertinggi di bumi. Ia menjadi rumah bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, 75% spesies karang dunia, 17 spesies mamalia laut, dan 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah.
All of that made Raja Ampat receive the status of Global Geopark from UNESCO in May 2023 after previously being designated as a national geopark by the Indonesian government in 2017. This means that Raja Ampat has high geological and biological diversity and needs to be protected.

Protes terhadap tambang-tambang di Raja Ampat akhirnya mencapai telinga Presiden Prabowo Subianto. Senin sore (9/6), ia memanggil beberapa menteri ke kediamannya di Hambalang, Bogor. Menteri-menteri yang hadir antara lain Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol.
Rapat terbatas yang membahas tambang di Raja Ampat itu berlangsung sekitar tiga jam. Selepas magrib, para menteri keluar dari kediaman Prabowo. Dalam ratas itu, Prabowo mencabut Izin Usaha Pertambangan empat perusahaan. Hanya PT Gag Nikel—anak usaha PT ANTAM—yang tidak.
Pencabutan itu kemudian diumumkan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6). Bahlil menyatakan 4 IUP dicabut karena lokasinya berada di kawasan geopark dan melanggar lingkungan. Sementara Pulau Gag berada di luar geopark, dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Gag Nikel untuk memproduksi nikel sebanyak 3 juta wet metric tons (WMT) tahun ini, 2025, telah disetujui.
"Walaupun PT Gag tidak dicabut, tetapi atas perintah Bapak Presiden, kami mengawasi khusus dalam implementasinya. Jadi Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)-nya harus ketat, reklamasinya harus ketat; tidak boleh merusak terumbu karang," ucap Bahlil, Selasa (10/6).

Menteri Hanif menyatakan, dari hasil pengawasan pada akhir Mei 2025, tim KLH menemukan pelanggaran lingkungan di tiga perusahaan: PT KSM, PT MRP, dan PT ASP. Sementara PT Nurham belum memulai aktivitas.
Menurut Hanif, aktivitas tambang perusahaan-perusahaan itu secara umum melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) yang telah berlaku sejak 2007.
Pasal 35 huruf k UU PWP3K melarang penambangan mineral di pulau kecil yang luasnya di bawah 2.000 km² atau 200 ribu ha. Mereka yang melanggar pasal itu bisa dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Larangan itu juga telah ditegaskan lewat putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XXI/2023.
Hanif menjelaskan secara rinci, pelanggaran PT KSM adalah perambahan lahan di luar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 ha; PT MRP melakukan eksplorasi dengan mesin bor di 10 titik kawasan hutan tanpa izin PPKH; dan yang terparah adalah PT ASP yang menambang di Pulau Manuran tanpa sistem manajemen lingkungan maupun pengelolaan air limbah.
Tim pengawas KLH menemukan kolam pengendapan limbah. (pondasi) yang bocor hingga menyebabkan sedimentasi atau keruhnya air yang tinggi di pesisir Pulau Manuran.
“ Tangki penenunan Itu adalah tempat penampungan limbah. [Di sana] ada berbagai jenis endapan. Kalau melewati (jebol), ekosistem di perairan dekat pantainya pasti terpengaruh," kata Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM Prof. Djati Mardiatno.
KLH juga mencatat PT ASP memiliki IUP seluas 9.500 ha di Pulau Waegeo yang sebagiannya masuk kawasan Cagar Alam Waigeo Timur. Karenanya Hanif akan meminta Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, untuk meninjau ulang persetujuan lingkungan PT ASP.

Pulau Gag Seharusnya Juga Tidak Ditambang
Penambangan di Pulau Gag oleh PT Gag Nikel disebut Menteri Hanif relatif memenuhi kaidah lingkungan. "Artinya tingkat pencemaran yang tampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius," ujarnya.
Di sisi lain, seperti disebut Bahlil, Pulau Gag berada di luar geopark. Namun, menurut Ketua Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia (IALHI) Prof. Prabang Setyono, sifat zat pencemar tidak mengenal batas wilayah sehingga jarak antara Pulau Gag dengan kawasan geopark yang relatif jauh (sekitar 40 km) bukan berarti tak saling terkait.
Prabang mengambil contoh kebakaran hutan di Riau dapat berdampak hingga ke Singapura dan Malaysia. Jadi, meskipun jaraknya 40 km, jika terbawa oleh air dan udara, pencemaran akan meluas dan masif.
"Sifat pencemar itu akumulatif. Ketika dalam satu bulan [tingkat pencemaran] yang dihasilkan berapa ribu kubik, mungkin daya jelajahnya baru ring satu. Tapi ketika terakumulasi di tahun kedua semakin banyak, mungkin sudah bergeser ke ring dua atau 20 km, lalu ke ring tiga sudah 30 kilometer, dst," kata Prabang.
Untuk memastikan apakah jarak berpengaruh atau tidak terhadap potensi pencemaran di kawasan geopark, Prof. Djati menyatakan perlu melihat dulu pola arus laut di sekitar area tambang.
"Walaupun jaraknya cuma 10 km, tapi kalau pola arusnya tidak mengarah ke kawasan Geopark Raja Ampat, itu enggak masalah," ucap Djati.

Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan berdasarkan temuan organisasinya, sudah terlihat sedimentasi efek tambang di Pulau Gag. Begitu pula di Pulau Manuran dan Pulau Kawe di mana air di pesisirnya berwarna coklat, dan itu berdampak buruk bagi terumbu karang.
"Selain dari aliran air dan sedimentasi yang merusak terumbu karang, kami juga menyaksikan tongkang-tongkang yang membawa nikel dari Raja Ampat ke Weda (Maluku Utara). Tongkang-tongkang ini juga berpotensi merusak terumbu karang karena wilayah Raja Ampat ini perairan dangkal," kata Kiki.
Dia berpendapat seharusnya izin tambang PT Gag Nikel ikut dicabut. Terlebih UU PWP3K jelas-jelas melarang tambang di pulau kecil. Selain itu, Pulau Gag masih satu ekosistem dengan gugusan pulau di Raja Ampat walau tak masuk geopark.
"Cepat atau lambat, kerusakan di Pulau Gag akan memengaruhi ekosistem lain di Raja Ampat," kata Kiki.

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Ahmad Aris menyatakan, pulau-pulau di Raja Ampat yang ditambang bukan hanya masuk kategori kecil, tapi sangat kecil (pulau kecil) sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Pulau yang termasuk dalam kategori itu luasnya tidak melebihi 10 ribu hektar dan dilarang untuk ditambang. Jenis pulau ini dulunya terbentuk dari laut. Akibatnya, jika ditambang, akan berdampak buruk pada laut.
Prof. Prabang menambahkan, pulau-pulau kecil sangat rawan jika ditambang. Tingkat pemulihannya sangat lama, dan kerusakannya bisa permanen. Apalagi jika terdapat sedimentasi mineral atau logam berat dari nikel yang terbawa hingga pesisir—seperti temuan di Pulau Manuran.
Sedimentasi pasti mencemari terumbu karang dan merusak ekosistem. Karena mayoritas terumbu karang hidup bergantung pada alga mikroskopis (zooxanthellae) untuk fotosintesis dan menyediakan makanan. Jika air laut keruh atau tertutup sedimen, sinar matahari tidak dapat mencapai zooxanthellae dan karang kehilangan sumber makanan.
“Dalam ekosistem, terumbu karang [berfungsi] sebagai tempat hidup ikan. Maka ketika terumbu karang rusak, ikan-ikan akan menjauh dari situ. Padahal destinasi wisata yang paling menarik ya terumbu karang,” kata Prabang.

Kilau Nikel Raja Ampat Selalu Jadi Incaran
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil boleh saja melarang tambang di pulau-pulau kecil, namun Kementerian ESDM memasukkan Raja Ampat sebagai daerah dengan potensi nikel yang besar.
Berdasarkan data dari Aplikasi Multiplatform Sumber Daya Geologi Indonesia ( Georima ) Kementerian ESDM, selain pulau-pulau Raja Ampat yang pernah diizinkan ditambang, daerah yang berpotensi ditambang ialah Waimisi dengan potensi bijih nikel terukur 9,6 juta ton; timur dan barat Fofak dengan potensi terukur 8,2 juta ton bijih nikel; Sarenbon dengan potensi terukur 20,7 juta ton bijih nikel; dan Yambeka dengan potensi tertunjuk 3,7 juta ton bijih nikel.

Secara keseluruhan, menurut data Georima ESDM pada 2022, potensi sumber daya bijih nikel di Raja Ampat mencapai 482 juta ton dan potensi cadangan bijih nikel 86 juta ton. Sedangkan secara keseluruhan di Papua, Kementerian ESDM menyebut potensi cadangan nikelnya mencapai 0,06 miliar ton dengan 98% di antaranya belum ditambang.
Prof. Prabang mengingatkan, meskipun cadangan nikel di Raja Ampat cukup besar, pemerintah dan investor perlu mempertimbangkan nilai sosial dan dampak ekologinya, seperti apakah penambangan bakal berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang maupun habitat hewan-hewan di sana, serta bagaimana efeknya terhadap masyarakat adat.
“Jangan berpikir hanya soal ekonomi. Kalau karena ‘Di situ disurvei nikelnya banyak,’ apa di daerah lain nggak ada? Apa hanya di situ saja yang ada nikelnya?” kata Prabang.

Tambang vs Pariwisata Membuat Warga Terbelah
Tambang nikel memecah pendapat warga Raja Ampat. Ada yang menentang demi pelestarian lingkungan; ada yang mendukung karena alasan ekonomi. Ketika Bahlil berkunjung ke Raja Ampat, ia dihadapkan dengan aksi demonstrasi dari masyarakat baik yang menolak maupun mendukung tambang.
Konflik di antara penduduk lokal terkait penambangan di Raja Ampat juga tercatat oleh KPK. Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi Wilayah V KPK Dian Patria menjelaskan, sebagian warga yang selama ini tidak mendapatkan manfaat langsung dari sektor pariwisata Raja Ampat yang terkenal kemudian mendukung tambang yang mengalirkan pendapatan bagi mereka.
"Sepertinya uang [dari sektor pariwisata Raja Ampat] tidak mengalir ke masyarakat… Jadi negara harus hadir, dan itu tentunya perlu peran pemda, gubernur, dan bupati," kata Dian.
Ia menyinggung besarnya pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari pariwisata Raja Ampat. Turis asing saja dikenai tarif masuk Rp 700 ribu. Maka, bila jumlah wisatawan per tahunnya puluhan ribu, ada puluhan miliar rupiah yang masuk ke kas pemda. Warga tak pelak menginginkan bagian.
Mereka yang tidak puas ini kemudian mendapatkan keuntungan ketika perusahaan tambang masuk. Berdasarkan informasi yang diterima Dian, di pulau yang menjadi lokasi tambang seperti Pulau Batang Pele, setiap keluarga bisa mendapat Rp 5 juta per bulan.

Penduduk yang mendukung tambang juga terlihat berunjuk rasa di Pulau Kawe. Di sana, beberapa warga seperti Martince Daat, Ani Kolano, dan Yenny Ayei mengatakan bahwa mereka mendapat uang bulanan dari PT KSM senilai Rp 20 juta. Uang sebanyak itu, tegas mereka, cukup dan layak untuk hidup.
Selain itu, mereka mengatakan PT KSM juga membantu biaya sekolah anak-anak; juga membeli sayur dan ikan tangkapan warga. Semua itu membuat masyarakat setempat merasa terbantu dari sisi ekonomi.
Yenny menambahkan, perusahaan juga merekrut warga sebagai pegawai sehingga mendatangkan keuntungan langsung bagi mereka.
"Masyarakat di kampung ini banyak bekerja di perusahaan tambang di Pulau Kawe. Oleh karena itu kami masyarakat Kampung Selpele berpendapat, jika PT KSM ditutup, kami tidak setuju. Pemerintah harus mengembalikan izin perusahaan, jangan dicabut," ungkap Yenny di Pulau Kawe, Sabtu (14/6).

Kepala Teknik Tambang PT KSM Suharta mengatakan, tenaga kerja perusahaannya sekitar 80% merupakan penduduk lokal. Ia juga menyebut perusahaannya telah merealisasikan dana pemberdayaan masyarakat senilai Rp 700 juta dalam setahun terakhir.
"Sebagai pemilik tambang, kami memberikan kontribusi yang sangat besar kepada masyarakat Kawe. Dan mereka (warga) juga sering berbicara kepada kami bahwa wisata tidak begitu [berdampak] signifikan terhadap mereka," ucap Suharta.
Dia menegaskan, PT KSM telah memiliki AMDAL, RKAB, dan IUP yang terbit pada tahun 2013—sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai geopark. Berdasarkan AMDAL tersebut, Suharta yakin dampak tambang PT KSM tidak akan mencapai Pulau Wayag yang berjarak 40-50 km dari Kawe.
“Di depan [pulau] itu sudah palung, dalam. Jadi endapannya mungkin juga larut ke dalam, tidak berenang sampai ke Wayag,” klaim Suharta.
Dia kecewa karena pemerintah mencabut IUP PT KSM yang memiliki izin produksi hingga tahun 2033. PT KSM pun baru menambang di satu blok dari total 10 blok yang direncanakan.
"Mungkin secara hukum kami akan ajukan [gugatan] karena kami tidak terima [diperlakukan] seperti itu," kata Suharta.

Prabang menganggap keuntungan ekonomi yang diterima masyarakat dari sektor pertambangan di pulau-pulau tersebut hanyalah ilusi, karena wilayah yang ditambang pada akhirnya akan habis. Ini berbeda dengan keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata, menurutnya, yang memiliki durasi waktu jauh lebih lama.
“Ketika [pulau] habis, masyarakat yang sudah terbiasa dengan ekonomi tambang akan bingung karena ini tidak memiliki arti apa-apa.” berkelanjutan. Tetapi kalau ekowisata, jelas <failed> selama pulaunya ada, waktu tanpa batas. Masyarakat bisa mengembangkan dari punya dua perahu jadi empat perahu [untuk angkut turis],” kata Prabang.

Evaluasi Pertambangan di Pulau-Pulau Kecil
Keberadaan pulau-pulau kecil sedianya telah dilindungi dalam UU PWP3K sejak 2007. Tetapi kenyataannya, merujuk data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), terdapat 218 IUP yang mengkavling 34 pulau kecil di Indonesia hingga Desember 2023. Total luas konsesi dari seluruh IUP itu mencapai 274 ribu hektare.
Ahmad Aris mengakui bahwa regulasi yang melindungi pulau-pulau kecil sejauh ini belum terintegrasi dengan baik, terutama dalam UU Minerba. Dia memberikan contoh di UU Cipta Kerja, tahapan proses perizinan dimulai dari perizinan dasar seperti rekomendasi KKP, kemudian Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), izin Lingkungan, dan terakhir adalah izin usaha.
"Tetapi dalam UU Minerba justru kebalikannya. Yang keluar dulu adalah izin usahanya, IUP-nya, baru menyusul yang lain. Jadi ini memang ke depan perlu harmonisasi UU," kata Aris.
Tidak hanya itu, lanjut Aris, UU Minerba juga tidak mensyaratkan rekomendasi KKP dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil. Sehingga hingga kini terus bermunculan IUP penambangan di pulau-pulau kecil.
Kepala PSLH UGM, Djati Mardiatno, berpendapat bahwa mengingat banyaknya pro dan kontra, sebaiknya pemerintah menghentikan sementara IUP di pulau-pulau kecil, sambil mengecek kembali Amdal seluruh perusahaan tersebut.
"Setelah itu baru nanti diputuskan apakah lanjut atau tidak. Dan itu harus segera diputuskan, karena bisnis perlu kepastian hukum. Aktivitas kegiatan usaha tambang ini juga ada efeknya terhadap penghidupan orang banyak," kata Djati.
Sementara itu Prabang menilai pemerintah perlu melakukan audit forensik terhadap seluruh izin tambang di pulau kecil secara objektif, independen, dan transparan.
“Jangan dianggap bahwa ‘sudahlah ini kita lupakan saja, kita berpikir ke tempat lain’. Padahal lingkungan rusak tidak bisa dilupakan, dia hanya bisa dirasakan dan masyarakat di situ yang akan merasakan,” tutupnya.
***
Laporan dari Raja Ampat oleh Irianti