PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu kewenangan yang dibuat oleh kekuasaan yang sah dalam sebuah sistem pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat yang mengikat bagi para pelayan publik untuk melakukan tindakan di masa depan. Kebijakan publik menjadi faktor penting dalam tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik tidak hanya melibatkan tindakan dari pemerintah, tetapi juga partisipasi dari berbagai kelompok, termasuk masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Akibatnya, ketika membuat kebijakan publik, sejumlah strategi variabel yang dapat mempengaruhi seberapa baik penerapannya harus diperhitungkan.
Kebijakan publik tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa didukung oleh sanksi yang tegas. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan hukuman ( punishment ). Sebagai rangkaian tindakan atau bukan tindakan yang memiliki sanksi tersebut, kebijakan publik dapat mengambil bentuk, seperti hukum, undang-undang, undang-undang , maklumat, peraturan, atau perintah. [1]
Kebijakan publik disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum, kebijakan publik disusun dengan tujuan untuk mengatur kehidupan bersama. Dalam perspektif instrumental, kebijakan publik merupakan alat untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan nilai-nilai kepublikan. Wujud dari nilai-nilai kepublikan bermacam-macam, di antaranya adalah [2] :
1.
Nilai-nilai yang diidealkan masyarakat, seperti keadilan, persamaan, dan keterbukaan.
2.
Memecahkan permasalahan yang menimpa masyarakat, seperti kemiskinan, kemiskinan, kriminalitas, dan pelayanan publik yang buruk.
3.
Memanfaatkan peluang-peluang baru bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat, seperti mendorong investasi, inovasi pelayanan, dan peningkatan ekspor.
4.
Melindungi masyarakat dari tindakan swasta yang merugikan masyarakat, misalnya dengan membuat undang-undang perlindungan konsumen, izin trayek, dan izin gangguan.
Kebijakan publik selain mewujudkan nilai-nilai kepublikan sebagaimana di atas, juga memiliki tujuan yang bersifat politik, ekonomi, sosial, maupun hukum. Dari aspek politik, kebijakan publik ditetapkan untuk mendistribusikan dan mengalokasikan nilai-nilai, berupa barang dan jasa kepada seluruh anggota masyarakat. Dilihat dari sisi kekuasaan, kebijakan publik dibuat agar pemerintah dapat mempertahankan monopolinya terhadap masyarakat serta kekuasaan pemerintah atau negara dapat diterima dan diakui oleh masyarakat.
Dari aspek politik, kebijakan publik dibuat dalam rangka menyebarkan dan mengalokasikan nilai-nilai berupa komoditas dan jasa kepada anggota seluruh masyarakat. Kebijakan publik dari perspektif mereka yang berwenang, dimaksudkan agar negara dapat mempertahankan dominasinya atas masyarakat dan agar masyarakat merangkul dan menghormati otoritasnya.
Dalam bidang ekonomi, kebijakan publik dibuat dengan tujuan untuk membantu dan memfasilitasi pasar agar dapat menjalankan kebijakan publik dalam mengatur perekonomian secara bebas dan kompetitif serta memberikan jaminan agar kegiatan ekonomi dapat berlangsung tanpa tekanan dari pihak manapun.
Dari aspek sosial, kebijakan publik dibuat dengan memperhatikan elemen sosial untuk mencapai kontrol sosial terhadap masyarakat, menyelesaikan konflik sosial yang timbul dalam masyarakat, dan membina hubungan antar anggota masyarakat tanpa diskriminasi. Sedangkan dari sisi hukum, kebijakan publik dibuat agar masyarakat dapat memahami dan mentaati hukum yang dibuat oleh pemerintah atau negara, dan agar terciptanya kedamaian dalam masyarakat.
Kebijakan isu-isu menjadi agenda pemerintah apabila mendapat perhatian atau kesadaran masyarakat yang signifikan dan sebagian besar masyarakat percaya bahwa tindakan tertentu diperlukan untuk mengatasi masalah ini, serta sebagian besar masyarakat percaya bahwa pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sah untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah publik sendiri adalah masalah yang mempunyai dampak yang luas dan mencakup konsekuensi bagi orang-orang yang tidak terlibat secara langsung. Masalah publik juga dipahami sebagai belum terpenuhinya kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang diinginkan oleh publik dan memenuhinya hanya mungkin melalui kebijakan pemerintah. [3]
Masalah publik dapat dibedakan menjadi masalah prosedural dan masalah substantif. Masalah prosedural berkenaan dengan bagaimana pemerintah diorganisasikan dan bagaimana menjalankan tugas-tugasnya, sedangkan masalah substantif berkaitan dengan akibat-akibat nyata dari kegiatan manusia, seperti kebebasan berbicara, keadilan sosial, dan lain-lain. Masalah publik juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu masalah distributif, masalah regulasi, dan masalah redistributif. Masalah distributif mencakup sejumlah kecil orang yang dapat diselesaikan satu per satu. Masalah regulasi mendorong timbulnya tuntutan yang diajukan dalam rangka membatasi tindakan pihak lain. Masalah peraturan ini berkaitan dengan peraturan yang bertujuan untuk membatasi tindakan pihak tertentu. Masalah redistributif menyangkut masalah yang menghendaki perubahan sumber-sumber untuk kelompok atau kelas dalam masyarakat. [4]
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah publik tidaklah mudah. Dunn mengemukakan empat ciri pokok dari masalah kebijakan, yaitu [5] :
1.
Saling ketergantungan, dalam arti masalah publik seringkali mempengaruhi kebijakan masalah lainnya. Energi pribadi misalnya, dapat mempengaruhi masalah kesehatan, kemiskinan, dan lain-lain. Masalah kebijakan ini merupakan bagian dari keseluruhan sistem masalah yang disebut messes, yaitu sistem kondisi eksternal yang menimbulkan ketidakpuasan dari setiap kelompok masyarakat.
2.
Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah yang didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara visual. Masalah itu sendiri bersifat objektif, namun karena masalah kebijakan merupakan produk aktivitas berpikir terhadap lingkungan, maka masalah merupakan elemen dari situasi problematis yang diabstraksikan dari suatu situasi tertentu oleh analis. Sesuatu yang dialami merupakan situasi problematis, bukan masalah itu sendiri.
3.
Buatan. Masalah kebijakan hanya mungkin ada jika manusia mempertimbangkan perlunya mengubah situasi yang bermasalah. Masalah kebijakan merupakan buah pandangan subjektif manusia. Masalah kebijakan juga diterima sebagai definisi yang sah tentang kondisi sosial tujuan. Atas dasar inilah, masalah kebijakan yang dirumuskan, dicapai, dan diubah secara sosial.
4.
Dinamis. Masalah dan pemecahannya berada dalam suasana perubahan yang terus menerus, maka masalah kebijakan tidak akan pernah terpecahkan secara tuntas. Pemecahan masalah bisa saja menjadi usang, meskipun masalah yang tidak rusak.
Perumusan kebijakan publik tidaklah mudah, hal ini dikarenakan permasalahan berada dalam perubahan suasana secara terus menerus, adanya pengaruh-pengaruh eksternal terhadap masalah yang akan diselesaikan, serta hal tersebut dapat berdampak dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan lainya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas terkait kebijakan publik dengan judulnya adalah Faktor- Faktor Strategis di dalam Perumusan Kebijakan Publik .
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah apa yang menjadi faktor strategi dalam penyusunan kebijakan publik ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui apa yang menjadi faktor strategi dalam penelitian kebijakan publik.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan menurut Parsons didefenisikan sebagai sebuah instrumen pemerintahan yang tidak hanya menyngkut aparatur negara, melainkan pula yang menyangkut pemerintahan yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha, maupun masyarakat yang madani ( masyarakat sipil ). Kebijakan pada umumnya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yaitu rakyat banyak, penduduk , masyarakat atau warga Negara. [6]
Menurut Dye mengartikan kebijakan publik sebagai “ apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan ”. Kebijakan publik merupakan sebuah pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Dalam buku berjudul Public Policymaking , Anderson pun setuju dengan pandangan Dye tentang makna kebijakan publik sebagai apapun yang dipilih pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pada kesempatan lain, Anderson juga mengartikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang dibuat oleh pejabat dan badan-badan pemerintahan. [7]
Menurut J. Friedrich, kebijakan publik adalah sejumlah tindakan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang menyediakan rintangan sekaligus kesempatan di mana kebijakan yang dibuat dapat dimanfaatkan untuk mengatasi usaha mencapai tujuan atau merealisasikan tujuan dan sasaran. [8]
Dengan berkembangnya sistem kepartaian dan pemilu modern pada era masyarakat industri, maka diskursus kebijakan menjadi sarana utama bagi pemilih untuk terlibat dalam kegiatan politik dan persaingan antara elit politik. Kebijakan melibatkan tiga komponen utama, yaitu masyarakat, sistem politik, dan kebijakan publik itu sendiri. Komponen ketiga ini saling mempengaruhi. [9]
Proses Pembuatan Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik malalui empat (4) tahapan yaitu [10] :
1.
Adanya tahap Perumusan tahap ini dimulai dari penetapan rumusan masalah sampai pemilihan alternatif pemecahan masalah, untuk rekomendasi dan pengesahan oleh pejabat yang berwenang.
2.
Implementasi kebijakan publik ada tiga bentuknya yaitu implementasi kebijakan publik secara langsung, secara tidak langsung dan yang bersifat campuran.
3.
Pemantauan kebijakan publik merupakan proses kegiatan pengawasan terhadap penerapan kebijakan publik, untuk melihat sejauh mana tujuan tercapai
4.
Evaluasi ,bertujuan untuk menilai perbandingan dan perbedaan sebelum dan sesudah implementasi
Shobar Wiganda menjelaskan di media online (nuansa online) dengan judulya adalah peran ormas dalam perumusan kebijakan publik menjelaskan bahwa ada enam langkah dalam perumusan kebijakan publik, yaitu :
1.
Perumusan masalah
Perumusan kebijakan publik membantu dalam menentukan sifat proses kebijakanya.
2.
Penyusunan agenda pemerintah, dengan skala prioritas
3.
Perumusan usulan kebijakan
Proses perumusan kebijakan publik merupakan perumusan usulan-usulan kebijakan publik.
4.
Pengesahan kebijakan
Pengesahan kebijakan publik adalah suatu proses kolektif, pembuat keputusan rapat sekaligus berfungsi sebagai pengesahan keputusan tersebut.
5.
Implementasi kebijakan
Pemerintah tidak hanya sebagai lembaga kebijakan publik saja, tetapi juga mempunyai tugas dan kewajiban dalam melaksanakan kenijakan publik tersebut sehingga suatu kebijakan publik akan menjadi efektif bila dilaksanakan.
6.
Penilaian kebijakan publik
Penilaian kebijakan merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijakan. Penilaian kebijakan dapat dilakukan pada tahap pembahasan masalah, rumusan saran kebijakan, implementasi, legitimasi kebijakan.
Implementasi Kebijakan Publik
Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Jones, dimana implementasi diartikan sebagai “ menyelesaikan pekerjaan ” dan “ melakukannya ”. Tetapi di balik ringkasnya rumusan yang demikian berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah. Lain halnya dengan Implementasi kebijakan yang baik buruknya akan sangat dipengaruhi oleh prilaku para pelaksana kebijakan. Namun implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari seluruh pelaksanaan proses pembuatan kebijakan. Udji mengemukakan bahwa Implementasi Kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting dari kebijakan pembuatan. Kebijakan yang dibuat hanyalah berupa impian atau rencana yang tersimpan dalam arsip jika tidak diimplementasikan.
Yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik secara langsung maupun tidak langsung menurut Edwards III yaitu ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu [11] :
1. Komunikasi
2.
Sumber daya
3.
Disposisi atau perilaku
4.
Struktur Birokratik
Dari keempat faktor tersebut secara simultan satu sama lain bekerja berinteraksi dalam membantu proses implementasi. Berkaitan dengan tercapainya suatu kebijakan menurut Maarse, dapat ditentukan oleh isi dari kebijakan, kebijakan tersebut harus jelas dan tidak samar-samar sehingga tidak membingungkan para pelaksana kebijakan. Keberhasilan penerapan kebijakan juga dapat ditentukan oleh tingkat yang diperoleh dari para aktor yang terlibat dan ditentukan oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi kekuasaan dalam struktur organisasi. [12]
Suatu produk kebijakan tidak akan mempunyai nilai implementasi tanpa implementasi kebijakan publik tidak hanya berkaitan dengan mekanisme penjabaran atas keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur yang dilakukan secara rutin melalui saluran-saluran pemerintah, terutama menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan . [13]
Menurut Wollmann
e valuasi kebijakan adalah suatu alat analisis yang melibatkan pengamatan terhadap suatu kebijakan program untuk mendapatkan seluruh informasi yang berhubungan dengan penilaian terhadap kinerja suatu kebijakan program, baik proses maupun hasilny a. Adapun metode evaluasi kebijakan Merujuk pada pendapat Casley
dan Kumar yaitu [14] :
1.
Saya mengidentifikasi masalah.
2.
M engkaji hambatan dalam pembuatan keputusan.
3.
Mengembangkan solusi-solusi alternatif.
4.
M emperkirakan solusi yang paling layak dan
5.
M emantau secara terus-menerus umpan balik dari tindakan yang telah dilakukan guna menentukan tindakan selanjutnya.
Di dalam melakukan evaluasi suatu kebijakan harus didasarkan pada indikator-indikator yang jelas, sehingga didalam melakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan akan mendapatkan hasil yang tepat. Adapun indikator dalam melakukan evaluasi kebijakan publik, terdapat empat indikator pengukuran yang digunakan yaitu [15] :
1.
Saya memasukkan (masukan)
2.
Proses (proses )
3. Keluaran ( hasil )
4. hasil (dampak).
Faktor-faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Bambang Sunggono, faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan publik yaitu [16] :
1.
Isi kebijakan implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup rinci, sarana-sarana dan kebijakan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan juga dapat menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari lahirnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2.
Implementasi Informasi kebijakan publik yang mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat menyampaikan dengan baik.informasi ini justru tidak ada, misalnya karena adanya gangguan komunikasi.
3.
Dukungan pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimplementasian tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
4.
Pembagian potensi karena musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga menentukan aspek Pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah-masalah apabila kewenangan dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai dengan adanya kewenanganpembatasan yang kurang jelas.
Menurut James Anderson, faktor-faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu [17] :
1.
Adanya konsep ketidakpatuhan terhadap hukum,dimana terdapat beberapa peraturan-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu;
2.
Karena masyarakat anggota dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan hokum dan keinginan pemerintah;
3.
Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat antara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau denga jalan melawan hokum;
4.
Adanya pelanggaran hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hokum atau kebijakan publik;
5. Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut secara masyarakat luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
Batasan kebijakan publik yang dikenal luas, yakni dikemukakan Thomas R. Dye, adalah apapun yang menjadi pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan ( apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan ). Hal ini bermakna segala tindakan pemerintah baik secara implisit maupun eksplisit merupakan kebijakan, interpretasi tersebut bermakna bahwa kebijakan dilaksanakan oleh badan/instansi pemerintah, dan kebijakan mengandung alternatif pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan. [18]
Sebelum dijelaskan terkait faktor-faktor strategi perusahaan kebijakan publik, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai alur perusahaan kebijakan publik, metode serta model model perusahaan kebijakan publik.
Bossart mengajukan tahap-tahap alur pembahasan masalah publik sebagai berikut [19] :
1.
Pengenalan masalah.
2.
Diskusi tentang tingkat keseriusannya.
3.
Usaha untuk perbaikan : biasanya bersifat intuitif, tidak ditopang oleh saran yang bagus, dan dilakukan dengan pendekatan “mari kita melakukan sesuatu”.
4.
Disarankan dilakukan penelitian yang lebih cermat, misalnya dengan melakukan survei.
5.
Penekanan pada faktor dasar yang luas.
6.
Menghadapi kasus-kasus individu.
7.
Perubahan lain dalam diri pribadi.
8.
Program disusun secara induktif.
9.
Penyempurnaan teknik studi dan pembahasan.
10.
Penyempurnaan konsep.
11.
Perubahan lain dalam pribadi.
Perumusan masalah kebijakan publik berkaitan dengan cara atau metode yang digunakan. Untuk dapat merumuskan masalah kebijakan dengan baik, diperlukan beberapa metode, di antaranya adalah [20] :
1.
Analisis batas, yaitu usaha memetakan masalah melalui snowball sampling dari pemangku kepentingan. Analisis ini dihadapkan pada masalah yang tidak jelas dan rumit, sehingga diperlukan bantuan pemangku kepentingan untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
2.
Analisis klasifikasi, yaitu mengklasifikasikan masalah ke dalam kategori tertentu dengan tujuan untuk memudahkan analisis. Misalnya, analisis kesempatan kerja dalam bidang industri pengolahan.
3.
Analisis melalui Curah Pendapat. Analisis ini menguraikan masalah melalui curah pendapat dari orang-orang yang mengetahui kondisi yang ada.
4.
Analisis Perspektif Ganda, yaitu metode untuk memperoleh pandangan yang bervariasi dari perspektif yang berbeda mengenai suatu masalah dan pemecahannya.
5.
Analisis Benchmarking, yaitu upaya mengenali masalah masyarakat yang sedang dihadapi dengan cara melakukan kajian atas masalah sejenis di tempat atau di negara lain.
Dalam bagian ini dikemukakan secara berurutan-turut model model perumusan kebijakan publik. Model-model yang dimaksud diantaranya adalah model kelembagaan, model corong, model proses, model kelompok, model elit, model rasional, model inkrementalis, model observasi, model demokratis. Berikut penjelasanya : [21]
1.
Model Kelembagaan
Model ini mengandung makna bahwa membuat kebijakan publik merupakan tugas pemerintah. Apa yang dibuat pemerintah dengan cara apapun merupakan kebijakan publik. Secara kelembagaan, pemerintah yang sah berhak membuat kebijakan. Menurut Dye , ada tiga hal yang membenarkan pendekatan tersebut, yaitu :
a
pemerintah memang sah membuat kebijakan publik
b
fungsi tersebut bersifat universal, dan
c
pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan publik. Dalam hal ini, lembaga lembaga pemerintah bersifat otonom.
2.
Model Corong
Hoffebert menggunakan corong sebagai metafora proses kebijakan. Pada bagian input yang lebar terdapat faktor-faktor penentu, sedangkan pada ujung corong ada institusi dan elit yang menyaring dan menjadi perantara dari kekuatan-kekuatan politik massa untuk membentuk kebijakan output. Sistem politik dalam model corong ini mendefinisikan masalah dan menetapkan kebijakan suatu fungsi dari tekanan faktor makro dan kondisi yang tidak dapat dipengaruhi oleh pembuat kebijakan. Apa pun yang keluar sangat tergantung pada apa yang masuk ke dalam corong.
3.
Model Proses
Ada anggapan bahwa politik merupakan suatu aktivitas, sehingga memiliki proses.
4.
Model Teori Kelompok
Model ini mengandikan kebijakan sebagai titik keseimbangan. Asumsinya adalah interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan dan keseimbangan merupakan hal terbaik. Individu dalam kelompk berinteraksi dengan lainnya secara formal maupun informal dan secara langsung maupun tidak langsung menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang diperlukan. Peran sistem politik adalah mengelola konflik yang muncul dari adanya perbedaan tuntutan dan kepentingan, yaitu :
a
menetapkan aturan utama antar kelompok
b
menata kompromi
c
memungkinkan terbentuknya kompromi dalam kebijakan publik, dan
d
memperkuat kompromi.
5.
Model Teori Elit
Teori ini memiliki asumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok elit dan massa. Teori ini mengakui bahwa sebaik dan sedemokratis apapun, selalu ada bias dalam formulasi kebijakan publik, karena diakui bahwa pada dasarnya kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari para elit.
6.
Model Teori Rasionalisme
Model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik merupakan keuntungan sosial yang maksimal, yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Model ini berbasis analisis biaya-manfaat. Hal ini berarti bahwa proses formulasi kebijakan publik harus didasarkan pada keputusan yang sudah memperhitungkan rasionalitasnya, yaitu perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang diperoleh.
Rumusan kebijakan menurut teori ini disusun dengan urutan sebagai berikut :
A.
Mengetahui preferensi masyarakat dan kecenderungannya
B.
Menemukan pilihan-pilhan
C.
Menilai konsekuensi masing-masing pilihan
D.
Menilai rasio nilai sosial yang dikorbankan
e.
Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien
7.
Model inkremental
Model inkrementalis melihat bahwa kebijakan publik merupakan variasi atau kelanjutan dari kebijakan sebelumnya. Model ini disebut juga model pragmatis atau praktis. Model ini diterapkan ketika pengambil kebijakan dibatasi pada keterbatasan waktu, ketersediaan informasi, dan kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
8.
Model Pengamatan Terpadu
Model ini menggabungkan model rasional dan model inkremental. Model ini dikembangkan oleh Etzioni pada tahun 1967. Ia memperkenalkan model ini sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi keputusan pokok dan inkremental, menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, menentukan proses-proses yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok dan menjalankannya setelah keputusan tersebut dicapai.
9.
Model Demokratis
Model kebijakan yang lebih banyak mengikutsertakan pemangku kepentingan dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dinamakan model demokratis. Model ini berkembang di negaranegara yang baru saja mengalami transisi demokrasi. Model ini diterapkan dengan baik untuk menciptakan tata kelola yang baik , yang memungkinkan kelompok sasaran dan kelompok penerima kebijakan diakomodasi kepentingannya.
Proses pembuatan kebijakan publik malalui empat (4) tahapan yaitu [22] :
5.
Adanya tahap Perumusan tahap ini dimulai dari penetapan rumusan masalah sampai pemilihan alternatif pemecahan masalah, untuk rekomendasi dan pengesahan oleh pejabat yang berwenang.
6.
Implementasi kebijakan publik ada tiga bentuknya yaitu implementasi kebijakan publik secara langsung, secara tidak langsung dan yang bersifat campuran.
7.
Pemantauan kebijakan publik merupakan proses kegiatan pengawasan terhadap penerapan kebijakan publik, untuk melihat sejauh mana tujuan tercapai
8.
Evaluasi ,bertujuan untuk menilai perbandingan dan perbedaan sebelum dan sesudah implementasi
Shobar Wiganda menjelaskan di media online (nuansa online) dengan judulya adalah peran ormas dalam perumusan kebijakan publik menjelaskan bahwa ada enam langkah dalam perumusan kebijakan publik, yaitu :
1.
Perumusan masalah
Perumusan kebijakan publik membantu dalam menentukan sifat proses kebijakanya.
2.
Penyusunan agenda pemerintah, dengan skala prioritas
3.
Perumusan usulan kebijakan
Proses perumusan kebijakan publik merupakan perumusan usulan-usulan kebijakan publik.
4.
Pengesahan kebijakan
Pengesahan kebijakan publik adalah suatu proses kolektif, pembuat keputusan rapat sekaligus berfungsi sebagai pengesahan keputusan tersebut.
5.
Implementasi kebijakan
Pemerintah tidak hanya sebagai lembaga kebijakan publik saja, tetapi juga mempunyai tugas dan kewajiban dalam melaksanakan kenijakan publik tersebut sehingga suatu kebijakan publik akan menjadi efektif bila dilaksanakan.
6.
Penilaian kebijakan publik
Penilaian kebijakan merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijakan. Penilaian kebijakan dapat dilakukan pada tahap pembahasan masalah, rumusan saran kebijakan, implementasi, legitimasi kebijakan.
Adapun yang menjadi faktor-faktor strategi dalam penyusunan kebijakan publik yakni diantaranya adalah :
1.
Faktor politik
Dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai faktor kebijakan, antara lain dari pemerintah (baik presiden, menteri dan lembaga pemerintah lainya), lembaga legislatif, maupun dari kalangan bukan pemerintah seperti media massa, Lembaga Swadaya Masyarakat serta para pengusaha.
Faktor politik pada hal-hal tertentu menjadi sangat berpengaruh dalam kebijakan publik, pengaruhnya dapat menentukan apakah suatu kebijakan publik akan dibuat atau tidak. Contohnya adalah perumusan kebijakan publik mengenai undang-undang perampasan aset, undang-undang undang-undang sendiri menurut pendapat James Andersen [23] merupakan salah satu dari kebijakan publik yakni keputusan kebijakan (policy desicions). Dari sisi bentuknya juga, kebijakan publik salah satunya terkodifikasi pada setiap peraturan perundang-undangan undangan di tingkat pusat dan daerah.
Dalam sidang Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Mahfud MD meminta agar undang-undang undang-undang perampasan aset agar didukung dan segera disetujui, namun permintaan ini dijawab oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul dengan menyebut bahwa nasib undang-undang tersebut tergantung dari restu para Ketua Umum Partai Politik yang berada di parlemen. Pahadal jika dilihat undang-undang perampasan aset ini merupakan salah satu tuntutan publik yang diharapkan agar menjadi perhatian pemerintah dan legislatif, sehingga penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi menjadi lebih baik lagi.
Salah satu contohnya juga adalah revisi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, baik dari ahli hukum, masyarakat umum (publik) maupun mahasiswa. Penolakan ini menandakan adanya masalah publik yang sedang terjadi, dan tentunya harus diselesaikan dengan adanya kebijakan publik yang dapat menyelesaikanya. Namun hal ini tidak terjadi, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tetap disahkan oleh lembaga eksekutif yakni pemerintah dan lembaga yudikatif yakni DPR, yang tentunya dalam hubungan komunikasi antara keduanya terdapat komunikasi-komunikasi politik yang terjadi.
Dari kedua contoh kasus di atas, menggambarkan kuatnya faktor politik dalam perutusan kebijakan publik dalam hal ini adalah undang-undang. Disisi lain hal ini juga mempertegas pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa politik determinan atas hukum, yang berarti bahwa hukum merupakan hasil dari kehendak-kehendak politik.
2.
Faktor Agama
Indonesia dengan berbagai agama yang dianut tentunya juga memberikan dampak tersendiri dalam suatu kebijakan publik. Sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, Agama Islam memiliki pengaruh yang strategis dalam perumusan kebijakan publik yakni dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Tiga produk hukum di Indonesia yang perumusannya dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama Islam, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-undang, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
3.
Faktor perlindungan dan keamanan
Salah satu contoh faktor perlindungan dan keamanan negara dalam penyusunan kebijakan publik yaitu dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan yang mendukung kepentingan nasional yang dilakukan oleh menteri pertahanan sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam pembentukan kebijakan publik. Kebijakan tersebut dalam website Kementerian Pertahanan Republik Indonesia disebutkan diantaranya adalah :
a
Penyuapan sumber daya manusia perlindungan negara melalui pembentukan program sarjana Unhan
b
Pembentukan komponen cadangan matra darat, matra laut serta matra udara yang disesuaikan dengan kebutuhan utama.
c
Penguatan kerjasama perlindungan dan keamanan khususnya dengan negara-negara ASEAN dan kawasan pasifik selatan.
Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kompleksitas ancaman yang didasarkan pada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keamanan dan keutuhan Negara Republik Indonesia serta mendukung kepentingan nasional.
4.
Faktor Teknologi
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia membuat kebijakan publik dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik, kebijakan ini diambil guna untuk melindungi negara dan masyarakat di ruang digital.
Kebijakan kewajiban pendaftaran PSE ini didasarkan karena selama ini banyak terjadi kasus penyewaan data publik yang menimbulkan kekhawatiran bahwa data mereka dimiliki oleh pihak lain dan disalahgunakan. Dalam Website Kominfo, staf ahli Menkominfo Bagian Hukum Henri Subiakto menyatakan bahwa pada bulan Maret Tahun 2019 sebanyak 13 Juta akun diberitakan langsung oleh orang yang tidak imbang.
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor-faktor pembentuk kebijakan publik diantaranya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor politik, faktor agama, faktor teknologi, dan faktor perlindungan dan keamanan. Tentunya faktor-faktor tersebut memberikan dampak terhadap kebijakan publik, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Saran
Agar setiap pengambil kebijakan publik dan pihak-pihak yang terkait didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung harus memperhatikan betul apa yang menjadi masalah-masalah publik yang kemudian akan diselesaikan melalui perumusan suatu kebijakan publik yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Handoyo. Kebijakan Publik. Semarang : Kerjasama Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Fakultas Widya Karya. 2008.
Daniel Collyn Damanik dan Rika Surianto Zalukhu. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penetapan Besaran Upah Minimum Kota (UMK) Di Kota Pematangsari. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Jil.3. No.1. Mei 2021.
Isye Nuriyah Agindawati. Implementasi Kebijakan Publik dari Perspektif Penyelenggaraan Pengawasan. Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat. Jil.10. No.1. April 2019.
Wulandari. Rulyusa Praktikto dan Elisabeth Dewi. Evaluasi Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak Solar Untuk Nelayan Kecil. Jurnal Kebijakan Publik. Jil.14. No.1. 2023.
Agus Subianto. Kebijakan Publik. Surabaya : Cemerlang.2020.
Marhaendra Wija Atmaja. Pemahaman Dasar Hukum dan Kebijakan Publik. Risalah Bahan Kuliah Hukum dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar. Tahun 2013.
Eko Handoyo,Kebijakan Publik,(Semarang : Kerjasama Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang dan Widya Karya, 2008)
Daniel Collyn Damanik dan Rika Surianto Zalukhu, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penetapan Besaran Upah Minimum Kota (UMK) Di Kota Pematangsari,Jurnal Ekonomi Pembangunan,Vol.3, No.1, Mei 2021.
Isye Nuriyah Agindawati, Implementasi Kebijakan Publik dari Perspektif Penyelenggaraan Pengawasan,Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat,Vol.10, No.1, April 2019, hal.100.
Wulandari, Rulyusa Praktikto dan Elisabeth Dewi, Evaluasi Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak Solar Untuk Nelayan Kecil,Jurnal Kebijakan Publik,Vol.14, No.1, 2023.
Agus Subianto,Kebijakan Publik,(Surabaya : Briliant,2020).
Marhaendra Wija Atmaja,Pemahaman Dasar Hukum dan Kebijakan Publik,Risalah Bahan Kuliah Hukum dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Tahun 2013.